[Ulasan Film] Kim Ji Young, Born 1982 – Korea Selatan Masih Tabu Bicara Feminisme
Oleh Neneng Pratiwi
Wanita di Korea Selatan hanya menerima 63% dari gaji
pria, salah satu kesenjangan gaji tertinggi di antara negara-negara maju. The Economist juga menempatkan Korea Selatan
sebagai negara maju terburuk bagi wanita pekerja dalam indeks glass ceiling (bbc.com).
Meski baru akan
rilis beberapa hari lagi di Indonesia, di negara asalnya Kim Ji Young, Born 1982 sudah berhasil meraup untung sekitar US$ 17
juta dari 2 juta lebih penonton. Keberhasilan film yang disutradarai oleh Kim
Do Yeong ini juga diiringi penolakan dan
kontroversi, bahkan sebelum film ini rilis di pasaran.
Banyak dari kamu
yang mungkin penasaran mengapa sebuah film yang jika dilihat dari trailer-nya
nampak biasa-biasa saja ini mendapat protes keras di negara asalnya? Sekilas
dari cuplikan trailernya hanya bercerita tentang perempuan biasa yang mungkin
konfliknya sederhana.
Diangkat dari novel laris
Kim Ji Young, Born 1982 adalah film yang
diangkat dari novel laris berjudul sama karya Cho Nam Joo (2016). Novel
tersebut bercerita tentang kehidupan Kim Ji Young, seorang istri berusia 30
tahunan yang harus melepas pekerjaan yang dicintainya karena ia sedang
mengandung. Ia pun menjadi full time mom.
Seiring berjalannya
waktu, Ji Young merasa rutinitasnya sehari-hari membuat ia kehilangan jati
dirinya. Ji young mulai berprilaku aneh, gaya bicaranya berubah-ubah. Kadang ia
bicara seperti ibunya dan orang
terdekatnya.
Meski terdepan secara ekonomi, Korea Selatan nyatanya
masih konservatif dalam hal kesetaraan antara perempuan dan laki-laki
Ji Young dikisahkan
lahir dari keluarga yang menganut budaya patriarki, representasi dari keluarga
Korea Selatan pada umumnya. Ibunya meminta maaf pada mertuanya karena
melahirkan anak perempuan. Pada perjalanan hidupnya pun, Ji Young kerap mendapat
diskriminasi hanya karena ia perempuan,
semisal harus berhenti dari pekerjaan karena dia hamil. Sebagai perempuan,
Ji Young merasa dirampas haknya secara perlahan. Ini yang membuatnya tertekan
secara psikis.
Kim Ji Young, Born 1982 menjadi
representasi kesenjangan antara perempuan dan laki-laki di Korea Selatan.
Seperti yang kita ketahui, Korea Selatan adalah salah satu negara yang
ekonominya terdepan di Asia, bahkan dapat dikatakan pusatnya industri hiburan
Asia. K-pop bisa disejajarkan dengan Hollywood. Sayangnya, perihal kesetaraan
gender, Korea Selatan masih terbilang konservatif. Perempuan masih dianggap
warga kelas dua. Semisal dalam hal upah kerja, wanita di Korea Selatan hanya
menerima 63% dari gaji pria di sana.
Tagar me too yang pertama kali muncul di US,
juga sempat ramai di Korsel pada 2018 lalu. Merebak karena kasus Seo Ji Hyeon,
jaksa yang dilecehkan oleh seniornya di Kementrian Hukum Korea Selatan. Tidak
hanya itu, industri hiburan Korsel juga punya daftar panjang kasus pelecehan
seksual yang baru terungkap beberapa tahun terakhir.
Penolakan dan kontroversi yang mengiringi rilisnya Kim Ji Young, Born 1982
Ketika akan diangkat
ke layar lebar. sejumlah pihak yakni
kaum pria yang anti feminis, menolak dengan keras film ini. Jung Yu Mi sebagai
pemeran utama wanita dalam film ini pun mendapat serangan ujaran kebencian di
akun instagramnya. Belum lagi, para aktris wanita yang memberikan dukungannya
untuk film ini, pun sama-sama mengalami perundungan berupa ujaran kebencian di
dunia maya.
Dapat kita garis
bawahi, Kim Ji Young, Born 1982 nyatanya bukan kisah yang sederhana.
Melainkan representasi dari kesenjangan antara kaum perempuan dan laki-laki di
Korea Selatan yang menjunjung tinggi budaya patriarki. Masuknya film ini ke
dalam box office di negara asalnya,
menjadi bukti bahwa film ini mengungkap suara hati kaum perempuan di sana.
Sumber rujukan: bbc.com
Sumber gambar: variety.com, en.yna.co.kr
Posting Komentar untuk "[Ulasan Film] Kim Ji Young, Born 1982 – Korea Selatan Masih Tabu Bicara Feminisme"