Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

IT 1 dan 2: Perbedaan, dan Mengapa Badut Identik dengan Horor


Oleh Neneng Pratiwi


It (2017) IMDb rating: 7.3/10
It Chapter 2 (2019) IMDd rating: 6,8/10

Cerita tentang badut horor – Pennywise sebermulanya adalah It, novel karangan penulis Amerika - Stephen King yang terbit tahun 1986. Sebelum bertransformasi ke layar lebar, cerita ini lebih dulu diangkat ke layar kaca dalam bentuk mini seri di tahun 1990.
Sedikit cuplikan film-nya, It (2017) bercerita tentang geng anak-anak The Losers yang menyelidiki kasus hilangnya anak-anak secara misterius di Derry – kota mereka. Geng yang digawangi oleh Bill (Jaeden Lieberher), Mike (Chosen Jacobs), Finn (Richie Tozier), Eddie (Jack Dylan), Stanley (Wyatt Oleff), Ben (Jeremy Ray), dan Beverly (Sophia Lillis). Bocah-bocah itu pun mengalami teror menyeramkan selama mereka menyelidiki kasus tersebut. Setelah mereka selidiki ternyata teror tersebut didalangi oleh badut horor – Pennywise yang diperankan oleh Bill Skarsgard.
Sementara itu It Chapter 2 masih memiliki benang merah yang sama dengan film pendahulunya, yakni tentang teror Pennywise. Diceritakan anggota geng Losers sudah tumbuh menjadi dewasa dan sudah memiliki kehidupan masing-masing. Setelah 27 tahun teror sang badut horor yang mereka kira sudah mati, ternyata masih hidup dan meneror kembali kota kelahiran mereka. Film sekuel ini masih disutradarai oleh Andy Muschietti. Geng Losers dalam film ini sudah tumbuh dewasa dengan profesi mereka masing-masing. Sekuel film ini diantaranya dibintangi oleh Jessica Chastain (Beverly), James McAvoy sebagai Bill, Bill Hader sebagai Richie, Isaiah Mustafa (Mike), Jay Ryan memerankan Ben, serta bintang lainnya.

Perbandingan antara It dan It Chapter Two, dari fokus cerita hingga chemistry pemainnya

Untuk kamu yang sudah terkesan dengan film pertamanya, mungkin akan dengan senang hati menikmati film sekuelnya. Bernostalgia dengan adegan-adegan ikonik dari film sebelumnya. Namun, kali ini kita akan menilik sedikit tentang perbedaan diantara keduanya.
Dari segi fokus cerita, It (2017) dapat dikatakan lebih fokus ketimbang sekuelnya.

Oleh karena sekuelnya memiliki cerita yang bercabang. Pada It (2017), kita benar-benar diajak untuk menyelami petualangan horor sekelompok geng anak-anak menaklukan teror badut Pennywise. Sementara di It Chapter Two (2019) tidak hanya tentang horor dan teror dari sang badut, tapi ada sedikit bumbu romance di dalamnya. Kita bisa melihat percikan-percikan cinta antara Ben dan Beverly. Selain kisah cinta melankolis antara Eddie dan Richie.
Dari segi chemistry-nya pun It punya nilai lebih ketimbang sekuelnya. Bukan karena akting pemain It Chapter Two yang kurang maksimal, tapi lebih kepada akting anak-anak di film pertamanya yang memang terlihat menggemaskan. Mungkin pada saat proses syuting, pemain anak-anak lebih natural kedekatan antara satu sama lainnya. Berbeda dengan pemain dewasa yang chemistry-nya terlihat agak dipaksakan.
It Chapter Two (2019) lebih menawarkan petualangan yang menyenangkan – mirip rumah bermain
Ketika menonton It (2017), kesan yang kita dapatkan lebih kepada petualangan yang mendebarkan. Bagaimana karakter anak-anak dengan segala keluguannya melawan teror Pennywise. Nah, pada film sekuel-nya It Chapter Two (2019), petualangan dibalut dengan nuansa yang lebih menyenangkan. Beberapa kritikus menggambarkan bahwa sekuel film ini bak fun house –rumah bermain. Special effect dalam film sekuelnya lebih banyak, meskipun terkadang berlebihan. Namun, masih dapat dimaklumi. Dapat dikatakan horor dan komedi dalam It Chapter Two menyatu dengan baik, sehingga menawarkan pengalaman menonton yang menyenangkan.
Kalau ditarik benang merahnya, mungkin It lebih meninggalkan kesan dari segi adegan ikonik, chemistry pemainnya, serta cerita yang lebih fokus. Sementara itu, It Chapter Two punya special effect yang lebih berwarna dibanding film pertamanya. Keduanya punya keunikannya masing-masing.
Kenapa sih, badut identik dengan sesuatu yang menyeramkan? Padahal ia pada dasarnya adalah penghibur?

Tidak hanya sosok Pennywise saja yang menakutkan, karakter film lain seperti Joker pun sama-sama memunculkan rasa  takut ketika kita mengingat sosok mereka dalam benak.
“Clowns have always been associated with danger and fear, because they push logic up to its breaking point.” – Andrew Stott, Profesor di bidang budaya perbadutan (telegraph.co.uk).
Wajah badut dengan ‘topeng senyum’-nya seolah menampilkan gambaran bahagia, namun terkesan palsu lantaran menutupi emosi yang sesungguhnya. Belum lagi, Hollywood yang berhasil menampilkan gambaran badut yang horor, semisal Pennywise dan Joker –badut-badut pembunuh menyeramkan.
Bisa kita tengok cerita Joey Grimaldi – badut modern asal Britania Raya yang populer di awal 1800-an. Ia seorang penghibur yang ulung, namun kisah hidupnya sungguh menyedihkan. Istri pertamanya meninggal saat melahirkan dan anaknya pecandu alkohol yang juga meninggal di usia 30 tahun.
I make you laugh at night but am grim all day.
Kehidupan Grimaldi sungguh paradoks. Ia dapat menghibur orang lain, tetapi hatinya diliputi oleh kesenduan. Mirip dengan kisah hidup Joker. Sementara itu, karakter Pennywise digambarkan sebagai sosok badut penculik anak-anak yang muncul dari dalam got. Selain penampilannya yang tidak lazim dari kaca mata anak-anak, gambaran tersebut semakin membentuk karakter badut sebagai sosok yang menakutkan. Sehingga, tak jarang anak-anak phobia ketika melihatnya. 

Sumber gambar: youtube.com, cnet.com, vox.com, theguardian.com


Posting Komentar untuk "IT 1 dan 2: Perbedaan, dan Mengapa Badut Identik dengan Horor"