Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Apa itu Cancel Culture yang Dialami Artis Korea Selatan?

Cancel Culture (Budaya Boikot)


Apa itu Cancel Culture yang banyak dialami oleh artis Korea Selatan? Tidak hanya menghancurkan rating drama maupun project yang sedang dijalani, paling parah bisa sampai menghancurkan karir si artis. Berikut ini MawarMera akan mengulas tentang apa itu Cancel Culture dan bagaimana dampaknya pada artis atau selebritis yang terkena.

Beberapa waktu lalu, beberapa artis Korea Selatan seperti Seo Yea Ji, Kim Jung Hyun bahkan yang terbaru adalah Kim Seon Ho mengalami skandal yang sempat mengancam karir mereka. 

Ya, budaya masyarakat Korea Selatan memang memiliki tekanan yang sangat tinggi terutama terhadap para artis atau selebritisnya. Salah satu budaya di Korea Selatan yang sering dialami oleh para artisnya adalah Cancel Culture. 

Apa itu Cancel Culture?

Cancel Culture atau yang dalam bahasa Indonesia adalah “Budaya Pengenyahan” merupakan gerakan pemboikotan untuk memberi sanksi sosial atas kesalahan pihak-pihak yang dianggap gagal atau tidak memenuhi harapan masyarakat.

Budaya ini seperti senjata tajam yang bisa melukai, memotong, menghancurkan bahkan membunuh reputasi dari seseorang yang dikenainya. 

Cancel Culture menjadi hal yang tampaknya tidak terpisahkan dalam skandal selebriti khususnya sering terjadi di Korea Selatan. Jika ada skandal yang terjadi, seorang artis atau selebritis bisa langsung terkena Cancel Culture. Tidak heran jika setiap kali ada selebriti yang terlibat dalam skandal, masyarakat Korea Selatan bisa langsung meminta mereka keluar dari dunia hiburan bahkan project yang sedang atau telah digarap juga turut terkena efek dominonya. 

Apa saja yang bisa menyebabkan seseorang terkena Cancel Culture?

Hal utama yang seringkali menyebabkan seseorang terkena Cancel Culture adalah kasus atau skandal yang dialami oleh public figure. Beberapa skandal tersebut berupa ucapan, tindakan rasisme, seksisme, homofobia, bullying, pelecehan seksual, pelecehan agama, dan lain sebagainya. 

Merujuk pada Merriam-Webster “cancel” dalam konteks ini berarti "berhenti memberikan dukungan kepada [seorang] orang". 

Sementara itu, dalam Dictionary.com, menurut budaya populernya, Cancel Culture didefinisikan dengan "menarik dukungan untuk (yaitu 'membatalkan') tokoh publik dan perusahaan setelah mereka melakukan atau mengatakan sesuatu yang dianggap tidak menyenangkan atau menyinggung."

Bahkan, di Indonesia juga pernah ada kasus Cancel Culture ini. Salah satu artis Indonesia yang terkena Cancel Culture adalah Saipul Jamil. Kasus pelecehan seksual yang pernah menjeratnya membuat netizen Indonesia meminta Saipul Jamil untuk tidak muncul lagi di stasiun televisi Indonesia. 

Biasanya, artis dan selebriti yang terkena Cancel Culture terlibat dalam skandal yang kontroversial. Kasus yang mereka alami biasanya seringkali ramai diperdebatkan di media sosial, dianalisis oleh warganet atau netizen bahkan para pakar, hingga judgement apakah sang artis layak untuk dimaafkan atau tidak. Seolah masa depan karir artis tersebut ada di tangan masyarakat, dalam budaya Cancel Culture ini masyarakatlah yang menentukan apakah mereka bisa melanjutkan karirnya atau tidak. Jika, tetap tidak didengar, masyarakat bisa memboikot semua yang berhubungan dengan sang artis mulai dari project film, drama, lagu, hingga iklan mereka. 

Sejarah Cancel Culture 

Cancel Culture sendiri sebenarnya sudah ada sejak maraknya penggunaan media sosial seperti Facebook dan Twitter. Menurut The New York Times, sejarh Cancel Culture dimulai pada 1991. Pada masa itu muncul frasa baru atau istilah baru dalam bahasa gaul di China yakni "Renrou Sousuo" yang secara harfiah diterjemahkan sebagai “Human Flesh Search.” 

Istilah ini merujuk pada  pada upaya kolektif oleh pengguna internet di China untuk menjawab pertanyaan atau mencari informasi tentang orang-orang tertentu. Mereka menggabungkan pencarian online dengan informasi yang diperoleh secara offline dan memposting hasilnya secara publik.  

Biasanya, hal ini dilakukan untuk untuk mengidentifikasi individu atau seseorang yang dicurigai melakukan tindakan kejahatan, tindakan menyimpang, atau korupsi. Setelah seseorang tersebut diidentifikasi identitasnya, komunitas ini akan mencari riwayat postingannya dan akan melakukan kecaman secara verbal. Inilah yang kemudian mengawali adanya Cancel Culture  yang kian booming dilakukan sejak 2017 dan semakin populer sampai saat ini. 

Mulanya budaya ini keluar ketika banyak pelaku pelecehan seksual dari kalangan figur publik diketahui masyarakat. Mereka yang terlibat skandal ini ramai-ramai ditolak masyarakat.

K-Netz atau Korean Netizen memang dikenal sangat menjunjung tinggi nilai-nilai budaya dan norma dan memiliki perhatian luar biasa kepada public figure-nya. Mereka bahkan memperhatikan setiap detail gerak-gerik artisnya. Mereka tak segan untuk memberikan sanksi sosial kepada public figure yang diketahui melakukan pelanggaran etika.

Hal ini dilakukan lantaran para public figure dianggap sebagai contoh untuk para penggemar atau pengikutnya dan seluruh orang yang menyaksikan mereka di layar kaca atau media sosial. Public figure yang tak bisa menjaga perilakunya, apalagi mereka yang telah divonis bersalah harus siap di-cancel dan hancur karirnya.

Bisa disimpulkan bahwa Cancel Culture merupakan “Budaya Boikot” yang ditujukan terhadap selebriti, merek, perusahaan, atau konsep tertentu. Negara yang sering melakukan Cancel Culture ini adalah Korea Selatan. Cancel culture di Korea Selatan juga biasanya dilakukan terhadap tokoh publik atau selebriti Korea yang tersandung skandal. Semoga bermanfaat!





Posting Komentar untuk "Apa itu Cancel Culture yang Dialami Artis Korea Selatan?"