KETIKA UANG LEBIH BERHARGA DARI NYAWA! (GAMBARAN KAPITALISME DALAM FILM SQUID GAME )
Serial Squid Game rupanya telah menjadi tren di Netflix dan berhasil menduduki puncak nomor 1 di deretan seri Netflix lainnya. Drama Korea hit ini menceritakan 456 orang yang diundang untuk berpartisipasi dalam sebuah “permainan”. Setelah dibius dan dibawa ke lokasi terpencil, para peserta berlomba untuk memenangkan hadiah sebesar 45,6 miliar won ($39 juta).
Disutradarai oleh Hwang Dong-hyuk, serial ini bergenre drama survival, mirip karya paling hit pada masanya yakni tahun 2000 an berjudul Battle Royale, di mana sekelompok orang berpartisipasi dalam permainan mematikan untuk bertahan hidup.
Karya dalam genre ini biasanya mengikuti premis bahwa jika manusia ditempatkan dalam situasi ekstrem, maka sifat aslinya akan muncul. Seperti yang ditunjukkan Hwang Dong-Hyuk sang sutradara bahwa Squid Game ditulis sebagai “… sebuah alegori atau fabel tentang masyarakat kapitalis modern, sesuatu yang menggambarkan persaingan ekstrem, agak seperti persaingan kehidupan yang ekstrem.”
Lalu, apakah benar Squid Game merupakan metafor dari gambaran masyarakat kapitalis saat ini? Yuk kita bahas!
Drama ini berpusat pada kisah orang-orang yang terjebak dalam penderitaan, kemiskinan, ketidakberuntungan, dan lilitan hutang. Tidak adanya jalan keluar atas kesulitan ekonomi yang dihadapi tokoh-tokoh di dalam serial ini memaksa mereka untuk mencari setitik harapan yang ditawarkan di dalam permainan Squid Game. Uang menjadi alasan utama tokoh-tokoh di dalam drama ini tertarik mengikuti game dengan taruhan nyawa ini.
Serial ini berpusat pada Seong Gi-hun, seorang pria berusia 47 tahun yang benar-benar bangkrut. Gi-hun lelaki yang telah bercerai dan memiliki seorang putri. Namun, karena ketidak mampuannya dalam hal ekonomi, hak asuh anaknya jatuh pada ibunya. Awalnya, ia bekerja di sebuah pabrik mobil selama bertahun-tahun namun terkena PHK. Ia pun mencoba membuka usaha sendiri, tapi gagal. Ia lalu tinggal bersama ibunya yang telah menua.
Sebagaimana gambaran laki-laki yang putus asa akan nasib buruknya, Gi-Hun terus mengalami kemalangan. Ia bahkan menggunakan uang dari ibunya untuk berjudi padahal uang itu seharusnya digunakan untuk membelikan makan putrinya yang sedang berulangtahun. Meskipun ia menang judi, rupanya ia harus bernasib sial karena uangnya pun dicuri. Ia pun tak bisa membelikan putrinya makanan enak di hari ulangtahunnya. Harga dirinya sebagai seorang ayah pun runtuh. Apalagi, melihat kenyataan bahwa ayah tiri putrinya lebih mampu darinya.
Keputusasaan Gi-hun membuatnya menjadi target utama untuk sebuah organisasi misterius yang menawarkan dia kesempatan untuk memenangkan sejumlah besar uang sekitar 45,6 miliar won atau $39 juta dalam USD. Game ini mengharuskan para pemainnya memainkan serangkaian permainan dengan risiko kematian. Meskipun pada kenyataannya, di awal para peserta justru tidak tahu bahwa permainan ini harus mempertaruhkan nyawa sebagai timbal balik hadiah uang bagi pemenang di akhir cerita.
Kapitalisme: Uang dan Kakuasaan
Apa yang digambarkan dalam serial ini seolah menjadi metafor keadaan masyarakat dalam jeratan sistem kapitalis. Oarang-orang yang digambarkan di drama ini adalah orang-orang yang dilumpuhkan oleh uang yang dalam sistem kapitalis merupakan modal (kapital) untuk menunjukkan kekuasaan. Para tokoh dalam drama hampir semuanya berhadapan dengan lilitan hutang dan kebangkrutan tanpa uang.
Para peserta dalam Squid Game adalah korban kekerasan struktural dalam sistem ini.
Kenapa bisa begitu?
Kita tahu bahwa keinginan untuk ikut dalam permainan ini bukanlah murni atas keinginan mereka sendiri. Mereka ditarik pada suatu keadaan di mana mereka tidak lagi punya pilihan lain selain mengikuti permainan.
Ketika keadaan mereka semakin memburuk dan tak ada lagi harapan, organisasi ini menawarkan secercah harapan bahwa jika berhasil mengikuti permainan ini sampai akhir mereka akan mendapatkan uang yang dalam kasus ini adalah modal untuk memperbaiki kehidupan mereka yang suram, meskipun harus bertaruh nyawa.
Sebab, orang-orang ini pada dasarnya telah kehilangan pilihan. Sehingga, berpartisipasi dalam permainan ini adalah pilihan terbaik. Baik di luar maupun di dalam permainan mereka akan tetap mati antara mati karena tidak bisa membayar hutang atau mati karena kalah permainan. Bedanya, masih ada harapan dengan berpartisipasi dalam permainan. Padahal, jelas. Siapa yang diuntungkan dalam permainan ini? Yep, pemilik modal (kapitalis).
Matinya Kemanusiaan
Jika, seperti yang dicatat Hwang Dong-hyuk, bahwa Squid Game adalah alegori kapitalisme, kita bisa menganalogikan bagaimana para peserta mewakili kelas terendah.
Bisa kita lihat bagaimana mereka digambarkan sebagai "kuda pacuan" pada episode 9. Jelas sekali mereka tidak dianggap sebagai manusia.
Di awal episode 1, ketika Gi-Hun mulai direkrut dengan permainan ddakji (permainan tradisional Korea), Gi-Hun yang tidak punya modal (uang) tidak bisa membayar ketika kalah dalam permainan. Sebagai gantinya, dia cukup membayarnya dengan tamparan, "Anda dapat menggunakan tubuh Anda untuk membayar". Dari analogi ini tampak bahwa nilai-nilai kemanusiaan telah dilucuti di mana bagi mereka yang tak memiliki modal mereka bisa menggunakan tubuh mereka untuk membayar.
Di game pertama, Lampu Merah, Lampu Hijau, peserta ditembak jika mereka bergerak ketika robot animatronik seorang gadis kecil menangkap pergerakan mereka. Permainan ini memulai proses keterasingan dalam diri peserta melihat kematian. Hanya mereka yang tidak gentar pada penembakan dan kematian peserta lainlah yang bisa menyelesaikan permainan. Peserta seakan dibuat tak acuh pada nasib dan penderitaan orang lain.
Bahkan, di episode 4, jeda antara permainan kedua dan ketiga, penyelenggara sengaja memprovokasi perkelahian dengan memberi mereka makanan dalam jumlah yang lebih sedikit. Mereka yang kelaparan akan melakukan segala cara agar mendapatkan lebih banyak.
Mereka dibuat kehilangan empati dan kemanusiaan sehingga mereka tak segan-segan membunuh sesama peserta agar lebih cepat berkurang jumlahnya dan permainan cepat berakhir. Tak cukup sampai di situ, di permainan ketiga mereka harus melawan orang terdekat mereka agar dapat memenangkan permainan. Solidaritas dan empati dibuang untuk bertahan hidup. Ciri khas kapitalis di mana kepentingan dan keuntungan diri sendiri adalah tujuan utama mereka.
Squid Game menunjukkan kesimpulan yang ironis bahwa permainan berdarah ini rupanya hanya hiburan untuk menghilangkan kebosanan bagi orang-orang kaya yang disebut sebagai VIP.
The poor will be poorer and the rich will always richer.
Drama ini memperlihatkan bagaimana kapitalisme menciptakan kelas-kelas sosial dan perbedaannya yang signifikan. Persaingan yang dilalui para peserta yang mewakili kelas bawah merupakan alegori dari persaingan kejam yang dialami oleh orang-orang terpinggirkan.
Aduh, tanpa disadari kita semua juga hidup di dalam Permainan Squid Game, lho.
Posting Komentar untuk "KETIKA UANG LEBIH BERHARGA DARI NYAWA! (GAMBARAN KAPITALISME DALAM FILM SQUID GAME ) "